Tuesday 20 March 2012

Kakawin Nagarakretagama

Terimakasih atas kunjungan anda




Naskah ini merupakan naskah Jawa Kuno yang ditulis oleh Empu Praparica pada tahun 1365.
Kakawin ini menguraikan keadaan di Keraton Majapahit dalam masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, raja agung di tanah Jawa dan juga Nusantaral  Ia bertakhta dari tahun 1350 sampai 1389 Masehi, pada masa puncak kerajaan Majapahit, salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara.  Bagian terpenting teks ini tentu saja menguraikan daerah-daerah wilayah kerajaan Majapahit yang harus menghaturkan upeti.

Naskah kakawin ini terdiri dari 98 pupuh. Dilihat dari sudut isinya pembagian pupuh-pupuh ini sudah dilakukan dengan sangat rapi. Pupuh 1 sampai dengan pupuh 7 menguraikan raja dan keluarganya. Pupuh 8 sampai 16 menguraikan tentang kota dan wilayah Majapahit. Pupuh 17 sampai 39 menguraikan perjalanan keliling ke Lumajang. Pupuh 40 sampai 49 menguraikan silsilah Raja Hayam Wuruk, dengan rincian lebih detailnya pupuh 40 sampai 44 tentang sejarah raja-raja Singasari, pupuh 45 sampai 49 tentang sejarah raja-raja Majapahit dari Kertarajsa jayawardhana sampai Hayam Wuruk. Pupuh 1 - 49 merupakan bagian pertama dari naskah ini.

Bagian kedua dari naskah kakawin ini yang juga terdiri dari 49 pupuh, terbagi dalam uraian sebagai berikut: Pupuh 50 sampai 54 menguraikan kisah raja Hayam Wuruk yang sedang berburu di hutan Nandawa. Pupuh 55 sampai 59 menguraikan kisah perjalanan pulang ke Majapahit. Pupuh 60 menguraikan oleh-oleh yang dibawa pulang dari pelbagai daerah yang dikunjungi. Pupuh 61 sampai 70 menguraikan perhatian Raja Hayam Wuruk kepada leluhurnya berupa pesta srada dan ziarah ke makam candi. Pupuh 71 sampai 72 menguraikan tentang berita kematian Patih Gajah Mada. Pupuh 73 sampai 82 menguraikan tentang bangunan suci yang terdapat di Jawa dan Bali. Pupuh 83 sampai 91 menguraikan tentang upacara berkala yang berulang kembali setiap tahun di Majapahit, yakni musyawarah, kirap, dan pesta tahunan. Pupuh 92 sampai 94 tentang pujian para pujangga termasuk prapanca kepada Raja Hayam Wuruk. Sedangkan pupuh ke 95 sampai 98 khusus menguraikan tentang pujangga prapanca yang menulis naskah tersebut.

Kakawin ini bersifat pujasastra, artinya karya sastra menyanjung dan mengagung-agungkan Raja Majapahit Hayam Wuruk serta kewibawaan kerajaan Majapahit. Akan tetapi karya ini bukanlah disusun atas perintah Hayam Wuruk sendiri dengan tujuan untuk politik pencitraan diri ataupun legitimasi kekuasaan. Melainkan murni kehendak sang pujangga Mpu Prapanca yang ingin menghaturkan bhakti kepada sang mahkota, serta berharap agar sang Raja ingat sang pujangga yang dulu pernah berbakti di keraton Majapahit. Artinya naskah ini disusun setelah Prapanca pensiun dan mengundurkan diri dari istana. Nama Prapanca sendiri merupakan nama pena, nama samaran untuk menyembunyikan identitas sebenarnya dari penulis sastra ini. Karena bersifat pujasastra, hanya hal-hal yang baik yang dituliskan, hal-hal yang kurang memberikan sumbangan bagi kewibawaan Majapahit, meskipun mungkin diketahui oleh sang pujangga, dilewatkan begitu saja. Karena hal inilah peristiwa Pasundan Bubat tidak disebutkan dalam Negarakretagama, meskipun itu adalah peristiwa bersejarah, karena insiden itu menyakiti hati Hayam Wuruk. Karena sifat pujasastra inilah oleh sementara pihak Negarakretagama dikritik kurang netral dan cenderung membesar-besarkan kewibawaan Hayam Wuruk dan Majapahit, akan tetapi terlepas dari itu, Negarakretagama dianggap sangat berharga karena memberikan catatan dan laporan langsung mengenai kehidupan di Majapahit.
Judul kakawin ini, Nagarakretagama artinya adalah "Negara dengan Tradisi (agama) yang suci. Nama Nagarakretagama itu sendiri tidak terdapat dalam kakawin Nagarakretagama. Pada pupuh 94/2, Prapanca menyebut ciptaannya Deçawarnana atau uraian tentang desa-desa. Namun, nama yang diberikan oleh pengarangnya tersebut terbukti telah dilupakan oleh umum. Kakawin itu hingga sekarang biasa disebut sebagai Nagarakretagama. Nama Nagarakretagama tercantum pada kolofon  terbitan Dr.J.L.A.Brandes : Iti Nagarakretagama Samapta. Rupanya, nama Nagarakretagama adalah tambahan penyalin Arthapamasah pada bulan Kartika tahun saka 1662 (20 Oktober 1740 Masehi). Nagarakretagama disalin dengan huruf Bali di Kancana.

Naskah ini selesai ditulis pada bulan Aswina tahun Saka 1287 (September – Oktober 1365 Masehi), penulisnya menggunakan nama samaran Prapanca, berdasarkan hasil analisis kesejarahan yang telah dilakukan diketahui bahwa penulis naskah ini adalah Dang Acarya Nadendra , bekas pembesar urusan agama Buddha di istana Majapahit. Beliau adalah putera dari seorang pejabat istana di Majapahit dengan pangkat jabatan Dharmadyaksa Kasogatan. Penulis naskah ini menyelesaikan naskah kakawin Negarakretagama diusia senja dalam pertapaan di lereng gunung di sebuah desa bernama Kamalasana. Hingga sekarang umumnya diketahui bahwa pujangga Prapanca adalah penulis Nagarakretagama.


No comments:

Post a Comment